Problematika Hukum Waris Islam dalam Masyarakat Plural Indonesia

Pada Kamis, 14 Maret 2024, telah diselenggarakan kegiatan diskusi ilmiah dengan tema “Problematika Hukum Waris Islam dalam Masyarakat Plural Indonesia”. Kegiatan ini dilaksanakan oleh  Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Ilmu Hukum, bertempat di Aula Fakultas Syariah dan Hukum, dan diikuti oleh mahasiswa, akademisi, praktisi hukum, serta pemerhati isu-isu hukum Islam dan pluralisme hukum di Indonesia.

Diskusi ini bertujuan untuk membedah berbagai persoalan yang muncul dalam penerapan hukum waris Islam di tengah masyarakat Indonesia yang plural, baik dari sisi agama, adat, maupun budaya. Dalam masyarakat yang majemuk, tidak jarang terjadi pergesekan antara ketentuan hukum waris Islam dengan norma-norma adat dan praktik lokal yang masih kuat dianut oleh sebagian kelompok masyarakat.

Acara dibuka dengan menyampaikan bahwa persoalan waris bukan sekadar persoalan teknis pembagian harta, tetapi juga mencerminkan dinamika sosial, keagamaan, dan keadilan antaranggota keluarga dalam berbagai latar belakang masyarakat.

Sebagai narasumber utama, hadir Bapak Prof. Dr. Muhammad Syukri Albani Nasution, M.A, seorang akademisi dan pakar hukum Islam. Dalam pemaparannya, beliau menjelaskan bahwa hukum waris Islam memiliki aturan yang jelas dan sistematis, sebagaimana diatur dalam Al-Qur’an dan fiqh klasik. Namun, dalam praktiknya di Indonesia, pelaksanaan hukum waris Islam sering menghadapi tantangan, antara lain:

  1. Persinggungan antara Hukum Islam, Hukum Adat, dan Hukum Nasional
    Banyak masyarakat masih mempraktikkan pembagian waris berdasarkan adat yang terkadang bertentangan dengan hukum Islam, seperti sistem waris matrilineal di Minangkabau.
  2. Tingkat Pemahaman dan Kesadaran Hukum yang Belum Merata
    Sebagian masyarakat belum memahami secara utuh prinsip-prinsip hukum waris Islam, sehingga sering terjadi pembagian yang tidak sesuai syariat, atau bahkan konflik antar ahli waris.
  3. Ketidaksetaraan Gender dalam Waris
    Topik ini memunculkan diskusi menarik tentang hak perempuan dalam hukum waris Islam, khususnya dalam konteks masyarakat modern yang menuntut kesetaraan hak antara laki-laki dan perempuan.
  4. Peran Negara dan Lembaga Peradilan
    Kompilasi Hukum Islam (KHI) sebagai pedoman hukum waris Islam di Indonesia memiliki posisi penting, namun implementasinya masih bergantung pada keberanian para ahli waris untuk mengajukan gugatan di Pengadilan Agama, yang tidak semua orang lakukan.

Sesi diskusi berlangsung interaktif, dengan berbagai pertanyaan dan tanggapan dari peserta, seperti bagaimana mekanisme penyelesaian konflik waris yang melibatkan perbedaan keyakinan dalam satu keluarga, serta bagaimana peran notaris dan advokat dalam memberikan edukasi hukum waris kepada masyarakat.

Diskusi ini ditutup dengan simpulan bahwa untuk mewujudkan keadilan dalam pembagian warisan di masyarakat plural seperti Indonesia, dibutuhkan pendekatan yang bijak dan kontekstual, tanpa mengabaikan prinsip-prinsip dasar hukum Islam. Edukasi hukum, dialog antarbudaya, serta pembaruan pemikiran hukum Islam menjadi langkah penting untuk menjembatani antara teks normatif dan realitas sosial. Kegiatan ini diharapkan dapat membuka ruang refleksi dan dialog yang konstruktif, serta memperkuat semangat akademik dalam mengkaji isu-isu hukum Islam secara kritis, progresif, dan relevan dengan konteks keindonesiaan.