Pada Rabu, 18 September 2024, telah dilaksanakan kegiatan diskusi ilmiah dengan tema “Bantuan Hukum Cuma-Cuma: Peran Advokat dalam Mewujudkan Access to Justice”. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Mahasiswa semester 7 Ilmu Hukum dan dihadiri oleh mahasiswa, dosen, serta beberapa praktisi hukum yang memiliki kepedulian terhadap isu keadilan bagi masyarakat miskin dan kelompok rentan. Bertempat di Aula Fakultas Syariah dan Hukum, diskusi ini menjadi ruang penting untuk merefleksikan kembali fungsi sosial profesi advokat di tengah ketimpangan akses terhadap keadilan di Indonesia.

Acara dibuka dengan menekankan bahwa keadilan tidak akan pernah benar-benar tercapai jika hanya dapat diakses oleh mereka yang mampu secara ekonomi. Dalam konteks inilah, bantuan hukum secara cuma-cuma menjadi instrumen vital untuk mewujudkan prinsip access to justice bagi seluruh lapisan masyarakat, tanpa diskriminasi. Di tengah berbagai kendala sistemik dan struktural dalam dunia hukum, advokat diharapkan tidak hanya berperan sebagai pembela klien yang membayar, tetapi juga sebagai penjaga keadilan bagi mereka yang termarjinalkan.
Sebagai narasumber, hadir Bapak Dr. Budi Sastra Panjaitan, M.Hum, seorang advokat senior dan aktivis bantuan hukum yang memiliki pengalaman panjang dalam pendampingan masyarakat tidak mampu. Dalam pemaparannya, narasumber menyoroti peran penting advokat dalam memberikan layanan hukum gratis kepada warga miskin, sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Ia juga mengulas berbagai tantangan yang dihadapi dalam praktik, mulai dari keterbatasan anggaran, kurangnya advokat yang bersedia terlibat aktif, hingga minimnya pemahaman masyarakat mengenai hak mereka atas bantuan hukum.
Diskusi berlangsung secara dinamis dan penuh antusiasme, dengan peserta mengangkat pertanyaan-pertanyaan kritis seputar efektivitas lembaga bantuan hukum, bagaimana advokat muda dapat dilibatkan secara aktif, serta sejauh mana peran organisasi profesi dalam mendorong implementasi kewajiban bantuan hukum cuma-cuma. Beberapa peserta juga berbagi pengalaman dalam praktik klinik hukum, yang memperlihatkan realitas bahwa masih banyak masyarakat yang menghadapi proses hukum tanpa pendampingan memadai. Kegiatan ini memberikan kesadaran kolektif bahwa bantuan hukum bukanlah tindakan sukarela semata, melainkan bentuk konkret dari tanggung jawab moral dan profesional seorang advokat. Di tengah kebutuhan hukum masyarakat yang semakin kompleks, kehadiran advokat dalam menyediakan bantuan hukum cuma-cuma menjadi fondasi penting untuk menjaga agar sistem peradilan tidak menjadi alat yang hanya berpihak kepada yang kuat. Diskusi diakhiri dengan harapan bahwa lebih banyak calon-calon advokat dari kalangan muda akan terpanggil untuk mengabdikan pengetahuan hukumnya bagi kepentingan publik, khususnya bagi mereka yang kerap terpinggirkan dari ruang keadilan.